goblogt

Selasa, 28 Februari 2012

Masa Depan Surat Kabar di Amerika

2005 merupakan tahun penuh gejolak dalam industri media di Amerika. Penyaji berita ketiga jaringan televisi terbesar di Amerika mengalami pergantian, untuk pertamakali dalam puluhan tahun. Koran-koran besar dijual, wartawan dijebloskan ke penjara. Apa yang sedang terjadi di Amerika?
Yang jelas, surat-surat kabar mengalami pukulan yang paling keras. Sepanjang sejarahnya selama lebih dari dua abad, warga Amerika mengandalkan surat kabar sebagai sumber informasi dan opini. Tahun ini, ada gejala-gejala yang meresahkan. Sirkulasi surat kabar telah turun selama 44 tahun terakhir. Tahun 1960, satu dari tiga orang Amerika membeli koran setiap hari. Tahun 2004, hanya satu dari lima orang membaca surat kabar. Apa yang terjadi?
Kompetisi semakin berat. Sekarang ada stasiun-stasiun radio digital. Warga Amerika dapat mendengarkan stasiun-stasiun radio Sirius di manapun di Amerika. Digital Radio Mondiale menawarkan stasiun-stasiun radio gelombang menengah tanpa harus berlangganan di seluruh dunia. Radio internasional seperti BBC dan VOA juga menggunakan sistem digital.
Televisi juga menjadi saingan surat kabar. TV muncul 50 tahun yang lalu sebagai sumber berita populer. Selama beberapa generasi, warga Amerika menyaksikan berita televisi setiap pukul 7.00 petang. Sekarang, saluran televisi kabel menyediakan siaran berita 24 jam sehari.
Internet juga menimbulkan dampak serius terhadap industri surat kabar. Banyak orang membaca surat kabar secara gratis, 24 jam sehari, melalui Internet, yang membuat berita halaman muka surat kabar pada pagi hari menjadi seperti berita basi. Lewat Internet, beberapa surat kabar Amerika dapat diakses dari manapun di dunia.
Selain itu, memang orang Amerika semakin kurang membaca, terutama mereka yang umurnya di bawah 35 tahun. Lembaga Poynter di Florida berpendapat, gaya hidup sekarang yang selalu terburu-buru membuat orang kekurangan waktu untuk membaca koran.
Surat kabar juga menghadapi masalah dalam bidang lain. Beberapa wartawan didapati mereka-reka  berita. Empat kolumnis sindikasi menerima uang untuk menulis artikel-artikel yang menguntungkan pemerintahan Presiden Bush, atau seorang pelobi yang dekat dengan para pembuat undang-undang dari Partai Republik.
Surat-surat kabar juga menemui kesulitan dalam usaha agar tidak rugi. Keuntungan merosot seiring dengan berkurangnya oplah. Mereka menganggap pekerjaan mereka sebagai kebaktian sosial. Ini memang benar bagi sebagian koran, tetapi tidak semuanya.
Inilah salah satu contohnya. Harian Des Moines Register yang selama lebih dari seabad dimiliki sebuah keluarga, merupakan lem yang mengikat ketiga juta orang warga negara bagian Iowa. Kemudian, pemiliknya menjual koran itu kepada Gannet Corporation. Gannet mengurangi pegawai dan menutup sebagian biro-bironya. Des Moines Register tidak lagi disubsidi agar dapat beredar ke wilayah pedesaan, dan hanya di jual di kota-kota besar di mana biaya sirkulasi lebih murah. Mutu editorialnya turun, tetapi keuntungannya melejit.
Surat kabar sangat penting dalam proses menyebarkan informasi. Salah satu kekurangan media Internet adalah langkanya laporan orisinil. Memang Internet hebat dalam menyebarluaskan berita, tetapi yang dilakukan hanyalah menyebarkan apa yang dilaporkan oleh surat kabar dan kantor berita.
Surat kabar menyampaikan laporan secara mendalam. Satu Halaman koran, mengandung lebih dari 40 persen kata-kata dibandingkan berita televisi 30 menit. Stasiun televisi terbesar di kota Washington memiliki delapan reporter, sementara harian Washington Post, memiliki lebih dari 100 orang reporter untuk kota Washington saja.
Setiap bulan, sekitar 22 juta orang membaca New York Times di Internet, 8 juta orang membaca Washington Post dan 7 juta membaca Los Angeles Times di Internet. Sampai saat ini, membaca koran di Internet adalah gratis, dan harian-harian berusaha keras menarik uang iklan untuk membiayai layanan ini. Apakah surat kabar akan mampu bertahan? Kecil kemungkinan koran-koran akan mati, tetapi masa depan mereka sulit diramalkan. (voa/djoko)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More